Artikel  |  Diposting oleh: Admin | Senin, 19 Juni 2023       |   9444

Saat ini angka yang tertulis pada uang pecahan rupiah (nilai nominal rupiah) terlalu banyak dibandingkan dengan mata uang di banyak negara lain. Pemerintah dan Bank Indonesia merasa perlu untuk melakukan penyederhanaan yang disebut redenominasi. Menurut definisi pada KBBI, redenominasi adalah penyederhanaan nilai mata uang rupiah tanpa mengubah nilai tukarnya. Pemerintah pernah melakukan redenominasi rupiah pada tahun 1965 di mana nilai nominal rupiah disederhanakan dengan menghilangkan tiga angka 0. Misalnya Rp1.000 disederhanakan menjadi Rp1.

Baik tidaknya nilai uang tidak ditentukan oleh nilai nominalnya, tetapi oleh kemampuan uang tersebut dapat ditukar dengan barang/jasa (daya beli uang). Redenominasi rupiah tidak mengurangi daya beli rupiah, karena hanya penyederhanaan penulisan nilai nominal rupiah saja. Misalnya Rp1.000 uang lama disederhanakan menjadi Rp1 uang baru. Jadi uang baru Rp1 dapat digunakan untuk membeli barang/jasa yang harganya Rp1.000 sebelum redenominasi.

Tahun 2017 pemerintah memunculkan kembali rencana redenominasi rupiah. Bahkan pemerintah menargetkan redenominasi rupiah akan mulai dilaksanakan pada 1 Januari 2020. Namun target tersebut tidak dapat terealisir dan bahkan hingga saat ini pembicaraan tentang redenominasi rupiah pun meredup kembali. Pro dan kontra terhadap suatu kebijakan pemerintah adalah sesuatu hal yang lumrah, karena setiap kebijakan pasti akan berdampak positif dan negatif. Nilai nominal rupiah saat ini sudah terlalu tinggi. Sebaiknya redenominasi rupiah segera dilaksanakan. Jangan sampai nasib rupiah akan sama dengan dolar Zimbabwe yang memiliki nilai nominal tinggi, namun daya beli yang rendah. Pemerintah, Bank Indonesia, dan DPR RI duduk bersama membicarakan kapan mulai dilaksanakan redenominasi rupiah dan bagaimana mekanismenya. Kemudian lakukan sosialisasi secara baik agar dampak negatif dari redenominasi rupiah tersebut dapat diminimalisir atau bahkan dieliminir.

 

Drs, Algifari, M.Si.